Pengurus Ikappmam Pusat (Ikatan Keluarga Alumni PP. Mamba’ul Ma’arif) menggelar acara rutinan pengajian zubad di masjid Jami’ Denanyar, Sabtu (03/02/24). Kegiatan ini rutinan dilakukan setiap Sabtu malam Ahad Legi, dengan diawali pembacaan tahlil, pembacaan kitab zubad, dilanjutkan sambutan-sambutan, dan ditutup dengan doa.

Kitab zubad sendiri merupakan kitab yang mengulas hukum-hukum syariat (fikih) dengan sajian berupa kalam nadzhom (syi’ir-syi’iran). Dan juga diterangkan dalam bukunya KH. Abdurrahman Wahid ; KH. Bisri Syansuri Pecinta Fikih Sepanjang Hayat bahwasannya kitab ini menjadi kajian yang penting di Pondok Denanyar karena Mbah KH. Bisri Syansuri dahulu waktu mondok (nyantri) di Tebuireng selama kurang lebih 6 tahun mendapatkan ijazah (perkenan lisan) dari Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ary untuk mengajarkan kitab-kitab agama yang terkenal dalam literatur lama, salah satu nya kitab zubad. Yang akhirnya menjadi salah satu kitab kegemaran Mbah Bisri.

Dalam sambutanya KH. Abdussalam Shokhib Pengasuh Pondok Denanyar, menukil dari dawuhnya Abu Sulaiman;

وقال أبو سليمان الداراني : اجعل الصدقَ مطيّتك، والوقتَ سيفَك، والله تعالى غايةَ طلبتك

Lalu beliau menjelaskan, jadikanlah kesungguhan itu sebagai kendaraanmu, jadikan waktu sebagai pedangmu, dan jadikan ridho Allah sebagai cita-cita tertinggi yang ingin kita raih.

Yang maknanya jika kita ingin meraih cita-cita, kita harus bersungguh-sungguh dan bekerja keras. Makanya dalam kitab Ihya itu diterangkan,

إذا كانت النفوسُ كِبارا # تَعِبَتْ في مُرادِها الأجسامِ

“Maka ketika cita-cita kita itu tinggi dan keinginan kita itu luhur, maka konsekuensinya tentu badan kita akan repot/sibuk.” jelas beliau

Lantas beliau bercerita, bahwa dulu tahun 1977 KH. Fattah Hasyim wafat, dan pasca meninggalnya Kyai Fattah Hayim itu bertepatan dengan pemilu. Dan Mbah Bisri sendiri setelah menggunakan hak suaranya (menyoblos) beliau tindak/pergi ke Tambakberas untuk takziah serta menjenguk putrinya Nyai Hj. Musyarofah yang tak lain adalah istri Kyai Fattah.

Padahal waktu itu Bu Nyai Musyarofah masih dalam masa iddah, akan tetapi tetap diperintahkan Mbah Bisri untuk datang ke TPS untuk menyoblos. Akan tetapi Bu Nyai Musyarofah mencoba untuk menolak karena beliau telah bersepakat dengan Kyai Fattah untuk tidak ikut mencoblos, dengan alasan bahwa banyak orang-orang (PPP) yang mempolitiki Mbah Bisri itu.

Akhirnya Mbah Bisri, tetap menyuruh putrinya tersebut, bahkan Mbah Bisri akan mengantarnya ke TPS. Sembari beliau berkata bahwa janganlah patuh terhadap makhluk untuk bermaksiat kepada Allah.

“Bahwasanya, cerita ini menunjukkan bahwa Mbah Bisri Syansuri menghukumi wajib bahkan fardhu ‘ain untuk ikut berpartisipasi dalam pemilu, dengan menggunakan hak suaranya.” jelas Gus Salam

“Maka dari itu janganlah kita apatis dengan politik, serta janganlah sampai kita menganggap politik itu tabu dan kotor, karena politik itu bagian dari pagama, السّياسَة جُزْءٌ مِن الدِّين
(Bahwasannya politik itu bagian dari agama).” pungkas Pengasuh Pondok Denanyar itu

M. Rufait Balya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *