Seiring dengan perkembangan zaman dan bertambahnya penduduk negara Indonesia terkadang  kita menjumpai di sebagian daerah tanah wakaf masjid digunakan untuk pelebaran jalan. Ini dilakukan untuk memudahkan kaum muslimin menuju masjid, bahkan juga terkadang  digunakan untuk pelebaran jalan umum. Lantas apakah diperbolehkan tanah wakaf masjid dijadikan jalan umum? Berikut penjelasannya.

Dikutip dari Muqarrarâtus Syûrâ min ‘Ulamâ Jombang (Keputusan Musyawarah Ulama Jombang), dijelaskan boleh hukumnya mempergunakan halaman milik masjid untuk digunakan sebagai jalan umum, sebagaimana pendapat para ulama madzab selain Madzhab Syafi’i.

Dalam hubungannya dengan masalah tersebut, para ulama Jawa Timur melakukan musyawarah di Masjid Ampel, tanggal 11 Oktober 1953, tentang hukum memakai tanah bekas kuburan yang ada disebelah utara Masjid Ampel Surabaya.

Di antara mereka yang hadir dalam musyawarah tersebut adalah KH M Dakhlan Kholil Peterongan, KH A Khamid Tambakberas, KH M Bisrí Syansuri Denanyar, KH Dakhlan Ahyad, KH Ridwan Abdullah, K Abdul Manab Murtado, KH Muhtar Faqih, dan KH Misbah yang masing-masing dari Surabaya.

Musyawarah tersebut memutuskan bahwa penggunaan tanah bekas kuburan di sebelah utara Masjid Ampel untuk perluasan Masjid Ampel adalah boleh. Hal ini berdasarkan pada adanya dalil-dalil yang dipakai oleh Lajnah Fatwa al-Azhar guna membolehkan pemakaian sebagian Masjid atau kuburan untuk membangun jalan di Kuwait.

Adapun salinan dari pertanyaan dan jawaban Lajnah Fatwa
al-Azhar adalah sebagai berikut, Permohonan ifta’ dari Kota Kuwait kepada Lajnah Fatwa Al-Azhar. Kota Kuwait akan membangun jalan di dalam dan di luar kota Kuwait. Untuk itu Kota Kuwait meminta para insinyurnya supaya membuatkan peta, gambar jalan yang akan dibangun yang selaras dengan kemajuan perkembangan kota kuwait. Menurut peta tersebut, salah satu jalan yang akan dibangun di luar kota itu memotong masjid yang baru selesai dibangun. Jikalau menghendaki jalan yang lempeng, maka jalan itu akan memotong sebagian dari masjid tersebut.

Sudah barang tentu dan sesungguhnya jalan yang lempeng itu lebih memudahkan lalu lintas dari pada jalan yang berbelok-belok Dalam pelaksanaanya, maka Kota Kuwait sanggup memberi ganti sebagian daripada masjid yang digunakan untuk jalan dengan pengganti yang lebih besar dan lebih baik daripada sebagian masjid yang dipergunakan untuk jalan tersebut. Karena pelaksanaan rencana tersebut diatas dan karena dalam hal tersebut di atas timbul perselisihan diantara para alim ulama Kuwait, dan oleh karenanya mereka belum dapat menentukan hukumnya. Maka dari itu kami mohon jawaban yang berfaedah.

Bersama ini kami mengharap supaya jawaban itu dapat meliputi hukumnya mempergunakan semua masjid dan kuburan untuk jalan yang dibangun hanya untuk kepentingan umum serta sesuai dengan kemajuan perkembangan Kota Praja Kuwait. Adapun yang mendorong pembangunan jalan tersebut adalah model jalan yang menjamin keamanan dan ketentraman lalu lintas. (An. Kepala/Emir Kota Kuwait)

Jawaban Lajnah Fatwa Al Azhar: Segenap puji adalah milik Tuhan yang mengatur semesta alam. Semoga rahmat dan keselamatan-Nya dilimpahkan epada pemimpin para utusan, ialah Nabi Muhammad SAW dan para keluarganya, sahabatnya dan pengikut-pengikutnya sampai hari kiamat.

Selain dari pada itu, setelah Lajnah Fatwa Al Azhar mempelajari pertanyaan dari Kota Kuwait tersebut, maka dengan ini kami memberikan jawaban yang berfaedah, ialah sebagai berikut:

1) Diterangkan dalam kitab Hasyiyah Ibni Abidin ‘Alad Durril Mukhtar dari beberapa kitab Hanafiyah jilid III yang maksudnya sebagai berikut:

Apabila terdapat jalan yang sempit, sedang masjidnya luas, sehingga sebagian dari masjid itu tidak dibutuhkan, maka boleh saja memperluas jalan tersebut dengan memakai sebagian dari pada masjid itu. Karena kedua soal itu untuk kepentingan umum. Demikian itu adalah menurut pendapat yang mu’tamad dan yang menjadi dasarnya mutunul madzhab.

2) Terdapat pula dalam beberapa kitab Malikiyyah keterangan yang maksudnya: Sesungguhnya semua milik Tuhan boleh saja sebagian dari padanya dipergunakan untuk menolong sebagian yang lain, artinya: Boleh memperluas jalan dengan memakai sebagian daripada masjid dan kuburan. Sebagaimana diperbolehkan memperluas masjid dengan memakai sebagian daripada jalan dan kuburan dan memperluas kuburan dengan memakai sebagian daripada jalan dan masjid. Untuk ini haraplah mengulangi menelaah kitab Hasyiyah ‘Adawi ‘Alal Khurusyi ‘ala Matnil Kholil dalam bab wakaf.

3) Dalam kitab Ikhtiyarot Ibni Taimiyah Madzhab Hambali, keterangan yang maksudnya demikian: Sesungguhnya mayoritas ulama membolehkan mengubah bentuknya wakaf karena kemaslahatan. Dan apabila hal demikian itu dihajatkan oleh umum, maka yang bersangkutan harus memberikan ganti wakaf yang sama. Dan jika tidak dihajatkan, maka harus memberikan ganti wakaf yang lebih baik.

Berdasarkan beberapa keterangan tersebut diatas, maka jelaslah bahwa sesungguhnya hal tersebut diperbolehkan sewaktu-waktu dihajatkan untuk mempergunakan sebagian daripada masjid untuk memperluas jalan dan melepangkannya, karena memudahkan lalu lintas.

Maka dari itu jika Kota Kuwait sanggup memberikan ganti sebagian daripada masjid yang dipergunakan untuk jalan dengan penggantian yang lebih besar dan lebih baik, hal itu adalah lebih utama.

Maka menurut keterangan-keterangan tersebut diatas jelaslah bahwa mengunakan sebagian masjid untuk membangun jalan adalah diperbolehkan sebagaimana diperbolehkannya, juga mempergunakan kuburan untuk memperluas jalan sesudah memindahkan tulang-tulang mayatnya yang remuk-remuk ke kuburan lain sebagaimana keterangan ulama fikih. Demikian itulah hukum syar’i dalam jawabannya mengenai pertanyaan tersebut diatas menurut beberapa madzhab yang kami kemukakan keterangannya.

Hendaklah Kota Kuwait menentukan kemaslahatan umum yang jelas dan hendaklah melaksanakan ke wakafannya dengan memandang beberapa masjid, kuburan dan jalan umum. Dengan ini maka jelaslah jawaban atas pertanyaan tersebut di atas. Hanya Tuhan yang lebih mengetahui, (6 Jumadal Ula 1372 H/23 Januari 1953 M)
Atas nama Lajnah Fatwa Al-Azhar.

Penulis : M Rufait Balya B
Keterangan foto : KH Saifuddin Zuhri (kiri) bersama KH Bisri Syansuri (tengah) dan KH Wahab Hasbullah (Foto: NOJ/Istimewa)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *