Penulis : Yusuf Suharto
Ketika masyarakat menyimpan pertanyaan-pertanyaan yang dikaitkan dengan pandangan keagamaan, para ulama Nahdlatul Ulama selalu hadir memberikan jawaban dan sudut pandang. Seperti yang dilakukan para kiai Jombang. Mereka bahkan membuat forum musyawarah khusus, membahas berbagai persoalan, saling menyodorkan dalil, dan menjawab kegelisahan.
Dipimpin KH. Bisri Syansuri (salah satu pendiri NU), para kiai Jombang tercatat beberapa kali mengadakan forum Musyawarah Ulama Jombang. Kegiatan ini dikoordinasi oleh Pengurus ‘Imarah Masjid Jami’ Kauman Utara Jombang.
Hasil dari musyawarah itu terbit menjadi buku berjudul “Muqarrarâtus Syûrâ min ‘Ulamâ Jombang” (Keputusan Musyawarah Ulama Jombang) yang berisikan lima puluh masalah agama. Di antara masalah yang dijawab adalah soal hormat terhadap bendera merah putih yang jamak dilakukan di zaman itu.
Menjawab tentang hormat bendera Merah Putih, tersebutlah dalam tanya jawab bernomor 17, sebagai berikut:
“Bagaimana hukum hormat bendera merah putih lambang negara RI sebagaimana yang berlaku ketika upacara bendera merah putih diadakan?”
Jawaban:
Mengingat bahwa bendera sang merah putih sebagai lambang negara RI itu merupakan suatu anugerah Allah yang diberikan kepada bangsa Indonesia, maka hukum menghormati bendera itu adalah boleh, sebab disamakan dengan diperbolehkannya mencium peti (tabut) yang diletakkan di atas maqam para wali untuk diambil barokahnya.
Keterangan dari kitab:
Hasyiah al-Bajury ‘ala Syarh Ibn Qasim,
ويكره تقبيل القبر واستلامه، ومثله التابوت الذي يجعل فوقه، وكذلك تقبيل الأعتاب عند الدخول لزيارة الأولياء إلا إن قصد به التبرك بهم فلا يكره
Buku Muqarrarâtus Syûrâ min ‘Ulamâ Jombang yang memuat jawaban tentang persoalan tersebut diterbitkan pada 15 April 1981 M/10 Jumadil Akhir 1401 H dan ditandatangani oleh Ketua Musyawarah Ulama Jombang KH. Mahfudz Anwar dan sekretarisnya KH. Abd. Aziz Masyhuri.
Adapun para ulama Jombang itu adalah K.H. M. Bisri Syansuri, K.H. Adlan Aly, K.H. Mahfudz Anwar, K.H. Syansuri Badawy, K. Muhdlor, K.H. Mansur Anwar, K.H. Abdul Fattah Hasyim, K.H. Cholil, dan K.H. Syansun.
Dimuat di NU Online, dan dikutip ringkas dengan tambahan Fatwa Ulama Al-Azhar di buku “Ahlussunah wal Jama’ah Fikih dan Landasan Amaliyah.”