Penulis : Yusuf Suharto
Dalam bulan Ramadhan, orang Islam bergiat Qiyam Ramadhan, lebih-lebih pada malam sepuluh terakhir Ramadhan, teristimewa pada malam ganjilnya, yaitu malam dua puluh satu, dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dan dua puluh sembilan. Qiyam Ramadhan adalah Qiyam Al-Lail itu sendiri, karena sama-sama melaksanakan ibadah, lebih khususnya shalat di malam hari. Qiyam Al-Lail yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan, lazimnya disebut sebagai Qiyam Ramadhan.
Landasan giat Qiyam Ramadhan antara lain hadits riwayat sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang melaksanakan Qiyam Ramadhan karena iman dan mencari Ridha Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 37; 2008; 2009 dan Muslim no. 759, juga Sunan Abi Dawud, Sunan An-Nasa’iy, Sunan Ibn Majah, Sunan At-Tirmidzy).
Pertanyaannya adalah apakah yang dimaksud dengan Qiyam Ramadhan dalam hadits tersebut khusus artinya untuk Shalat Tarawih; atau Shalat Tarawih juga mencakup shalat malam lainnya; atau shalat Tarawih, kemudian shalat malam lainnya dan ditambah dzikir, doa, membaca Al-Qur’an, bahkan tafakkur di keheningan malam?
Imam Abi Abdillah Muhammad ibn Ismail Al-Bukhary (w. 256 H) dalam kitab Shahih Al-Bukhary memberi judul hadits tersebut dengan Kitab Shalat Al-Tarawih dengan bab Fadhli Man Qama Ramadhana (bab keutamaan orang yang Qiyam Ramadhan).
Imam Abi Al-Husain Muslim ibn Al-Hajjaj Al-Qusyairy Al-Naisabury (w. 261 H), dalam kitab Shahih Muslim memberi judul hadits tersebut dengan Bab Al-Targhib fi Qiyami Ramadhana wahuwa Al-Tarawih (bab motivasi melaksanakan Qiyam Ramadhan, yaitu Tarawih). Bermakna, bagi beliau Qiyam Ramadhan itu ya Shalat Tarawih.
Pensyarah Shahih Muslim, yaitu Imam Yahya ibn Syaraf Al-Nawawi (w. 677 H) dalam Shahih Muslim Bi Syarhi Al-Nawawi (cetakan DKI Beirut, juz 6, halaman 35) juga selaras dengan Imam Muslim, yang memaknai Qiyam Ramadhan sebagai Tarawih, dengan pernyataannya, wal murodu biqiyam Ramadhan shalatu Tarawih (yang dimaksud dengan istilah Qiyam Ramadhan adalah shalat Tarawih). Demikian juga dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi memberi judul hadits Qiyam Ramadhan dengan bab Istihbab Qiyam Ramadhan wa huwa at-Tarawih (bab kesunahan Qiyam Ramadhan, yaitu Tarawih).
Imam Al-Hafidz Syihabuddin Abi Al-Fadhl Ahmad ibn Ali ibn Muhammad ibn Hajar Al-Asqalany (852 H) menyatakan dalam Fathul Bary Syarh Shahih al-Bukhary (cetakan DKI Beirut, jilid 5, halaman 218) qama layaliyahu mushalliyan (mendirikan malam-malam Ramadhan dengan shalat).
Secara Bahasa Qiyam Ramadhan adalah berdiri di bulan Ramadhan, dan amalan yang paling dekat dengan posisi berdiri adalah shalat, maka artinya lebih dekat pada berdiri untuk shalat pada malam-malam di bulan Ramadhan. Yang dimaksud dengan Qiyam al-Lail ialah asal berdiri dengan shalat pada malam itu, dan tidak disyaratkan harus mencakup seluruh malam.
Tentang pemaknaan Al-Nawawy bahwa maksud Qiyam Ramadhan adalah Shalat Tarawih, Ibn Hajar al-Asqalany memberikan komentar bahwa dengan melaksanakan shalat Tarawih maka bermakna telah terpenuhi tuntunan untuk Qiyam Ramadhan, tetapi bukan bermakna bahwa Qiyam Ramadhan itu tidak terjadi kecuali dengan Tarawih. Karena itu, Ibn Hajar menganggap aneh pandangan al-Karmany bahwa para ulama telah bersepakat bahwa yang dimaksud dengan Qiyam Ramadhan adalah shalat Tarawih.
Selaras, dalam kitab Al-Lami’ ash-Shabih bi Syarhi Al-jam’ as-Shahih, Syekh Syamsuddin Al-Birmawy (w. 831 H) menyatakan,
وحملَه العُلماء على التَّراويح، ولكن لا ينحصِر فيها
“Para ulama mengaitkan Qiyam Ramadhan dengan shalat Tarawih, namun tidak terbatas pada itu saja.”
Perluasan pemaknaan Qiyam Ramadhan juga dinyatakan oleh Syekh Abdur Rauf Al-Munawy (w. 1031 H) ) dalam Faidhul Qadir Syarah al-Jami’ as-Shaghir,
أي قام بالطاعة في رمضان أتى بقيام رمضان وهو التراويح أو قام إلى صلاة رمضان أو إلى إحياء لياليه بالعبادة …ويحصل بنحو تلاوة أو صلاة أو ذكرا أو علم شرعي وكذا كل أخروي
“Artinya, ia melaksanakan ketaatan di bulan Ramadhan, ia menunaikan shalat Qiyam Ramadhan yaitu Tarawih, atau ia bangun dari shalat Qiyam Ramadhan, atau menghidupkan malam-malamnya dengan ibadah dan Qiyam Ramadhan ini terpenuhi melalui pembacaan Al-Qur’an, doa, dzikir, atau (belajar) ilmu agama, serta segala bentuk aktivitas ukhrawi lainnya.”
As-Shan’any (w. 1182 H) dalam At-Tanwir Syarah al-Jami’ as-Shaghir menyatakan,
أي قام بالطاعة في لياليه من تلاوة أو صلاة أو علم شرعي أو ذكر الله
“Artinya, ia melaksanakan ketaatan pada malam-malam Ramadhan, dengan membaca Al-Qur’an, shalat, belajar ilmu keagamaan, atau berdzikir kepada Allah.”
Menarik pula, ketika Ibn Hajar terhadap pembuatan bab Qiyam al-Layl yang disusun oleh Imam al-Bukhary, memberikan dugaan kemungkinan al-Bukhary yang memperluas cakupan Qiyam al-Layl yang meliputi shalat, membaca Al-Qur’an, dzikir, mendengarkan mawidhah (nasehat keagamaan), tafakkur (refleksi) atas alam malakut, dan selainnya.
Dengan demikian, cakupan Qiyam Ramadhan adalah Tarawih dan juga meliputi aneka ibadah lainnya di malam hari bulan Ramadhan.